Selasa, 24 Mei 2011

MENENGOK AKTIVITAS SINTANG ORANGUTAN CENTRE (1) ;


Perang Panjang Melawan Kepunahan

Saya melakukan peliputan ke pusat penyelamatan satwa orangutan (Pongo pygmaeus) di Sintang Orangutan Centre di Kalimantan Barat (Kalbar), Desember 2010. Berbagai upaya dilakukan di sana, untuk menjaga primata yang dilindungi undang-undang ini dari kepunahan. Berikut hasil laporannya, yang dimuat secara bersambung. Tulisan ini pernah dimuat secara bersambung di SKH Kedaulatan Rakyat.

MADU meleleh dari lubang-lubang kayu gelondongan yang sudah dilubangi. Orangutan (Pongo pygmaeus) pun sibuk menjilat tongkat kecil yang ia masukkan ke dalam lubang madu itu. Para pengasuh bayi orangutan ikut sibuk menyuntikkan madu ke lubang-lubang kayu. Sesaat kemudian, para orangutan berebut mendapatkan madu dengan menggunakan alat atau tangan mereka.

Itu hanya salah satu jenis enrichment (pelatihan) dari sekian banyak yang dibuat oleh perawat satwa di Pastoran Kobus di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar). Pusat penyelamatan satwa yang bernama Sintang Orangutan Centre (SOC) tersebut dikelola Centre for Orangutan Protection (COP) bersama dengan Jakarta Animal Aid Network (JAAN), dan baru berdiri pada 2010.

Sebelumnya, pusat penyelamatan satwa pernah dibangun oleh Gibbon Foundation pada tahun 2004. Pusat ini menjadi solusi jangka pendek bagi orangutan yang banyak dipelihara secara ilegal.

Di atas kertas, orangutan merupakan salah satu jenis satwa liar yang paling dilindungi di Indonesia. Kenyataannya, masyarakat bebas membunuh dan memelihara orangutan. Orangutan dipelihara secara ilegal, dan sebagian besar kondisinya mengenaskan. Ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya, seperti motif ekonomi atau masyarakat tidak mengerti jika yang mereka lakukan melanggar hukum.

Fokus Akar Masalah

Saat ini, para aktivis COP dan JAAN sedang bekerja membangun kandang-kandang baru di Kobus dan melatih orangutan di Hutan Wisata Baning, Sintang. COP sendiri merupakan sebuah kelompok aksi langsung, yang terdiri dari putra-putri Indonesia asli.

COP mengkampanyekan penghentian segera terhadap penghancuran hutan hujan tropis di Indonesia dan pembantaian terhadap orangutan. COP fokus pada penanganan akar permasalahan tersebut sembari menyelamatkan bayi-bayi orangutan korban perburuan liar dan penggundulan hutan.

Menurut Michael Irarya, perwakilan COP yang ikut merawat bayi-bayi orangutan, COP bekerja diseluruh wilayah di Kalimantan. Bahkan kadang-kadang juga di Sumatra. “Kami akan melakukan perjalanan kemana saja, serta segera menangani dan menuntaskan permasalahan yang terjadi. Termasuk pula melakukan investigasi terhadap kejahatan hutan dan berkonfrontasi dengan para pelakunya,” ujar pria asli Salatiga tersebut.

Dikatakan, COP bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk memberdayakan masyarakat lokal yang merupakan pelindung orangutan dan hutan terbaik dalam jangka panjang. Tugas harian Michael dan pengasuh lainnya dimulai dengan memberikan pakan orangutan pada setiap kandang. Setelah itu dilanjutkan dengan mengajak mereka untuk pergi ke hutan pada pukul 8 pagi sampai dengan pukul 11 siang. Di dalam hutan, ia dan pengasuh lainnya mencatat perilaku dan jenis-jenis pakan yang dimakan orangutan.

“Menyediakan makanan, air bersih, pengayaan kandang serta melatih staf di kebun-kebun binatang adalah tanggung jawab moral semua orang. Namun, saat ini hanya COP yang melakukan hal tersebut di Indonesia. Bagi kami, semua orangutan sangatlah berarti serta layak dihormati dan ditolong,” jelasnya. (Bersambung)


MENENGOK AKTIVITAS SINTANG ORANGUTAN CENTRE (2-HABIS) ;

Hujan Turun, Jenuh Tinggal di Kandang

BEBERAPA kegiatan yang dilakukan COP untuk membiasakan orangutan agar bisa hidup di habitat aslinya yakni school forest (sekolah hutan). Jika orangutan masih berusia muda, maka akan lebih mudah saat mengajar mereka di sekolah hutan. Sebaliknya, jika orangutan yang sudah lama dipelihara masyarakat, biasanya mengalami kesulitan saat harus beradaptasi kembali dengan hutan.

Kendala utama yang biasanya dihadapi para pengasuh yaitu saat hujan sering turun. Tak jarang, orangutan mengalami kejenuhan karena harus tinggal di kandang. Beberapa hal mereka lakukan untuk mengantisipasi kejenuhan orangutan. Salah satunya enrichment dibuat lebih kreatif dan variatif.

Di sekolah hutan, para pengasuh terkadang membuat balok dari kayu yang dilubangi sebagai tempat buah. Makanan yang disajikan tidak langsung terlihat oleh orangutan. Mereka harus mencari buah di dalam kotak. Dari kotak sederhana yang dibuat dari kayu bekas bangunan itu, ternyata cukup efektif merangsang kreativitas orangutan dalam mencari-cari makanan.

Michael menjelaskan, dalam setiap bulan, perawat satwa dan dokter hewan melakukan pertemuan untuk melakukan evaluasi serta rencana kerja berikutnya. Para perawat satwa menyampaikan ide-ide tentang pembuatan enrichment . Perencanaan pembuatan enrichment setiap hari berbeda, namun bisa diulang untuk minggu berikutnya. Saat ini di Kobus Sintang ada 6 bayi orangutan dan 5 yang dewasa.

Pelatihan terhadap orangutan pun di buat berbeda-beda, menyesuaikan umur dan kondisi psikologis mereka. ”Setiap kali memberi makan, setidaknya dibutuhkan sekitar 5 kilogram pakan yang terdiri dari buah-buahan dan sayur. Dalam sehari, biasanya mereka diberi makan dua hingga tiga kali,” ujar Michael Irarya dari COP.

‘Korban’ Lahan Sawit

Indonesia layak berbangga diri lantaran termasuk negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, nomor 3 di dunia setelah Brasil dan Kongo. Ironisnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daftar terpanjang di dunia mengenai satwa dan tumbuhan liar yang terancam punah. Penyebab utamanya adalah pembabatan hutan untuk membuka perkebunan kelapa sawit.

Bagi satwa liar, kata Michael, musnahnya hutan berarti hilangnya habitat dan sumber makanan. Beberapa jenis satwa liar, terutama orangutan, biasanya mempertahankan hidup dengan memakan tunas kelapa sawit, sehingga sering dianggap sebagai hama yang merugikan. Karena itu, dengan sengaja perusahaan kelapa sawit membasminya.

Dikatakan, hampir sebagian besar orangutan yang berada di pusat-pusat rehabilitasi dan reintroduksi, memiliki latar belakang sebagai korban perkebunan kelapa sawit. Jumlah itu tidak termasuk yang gagal diselamatkan karena lukanya terlalu parah atau diketemukan sudah dalam keadaan mati. Situasi ini terus terjadi hingga sekarang.

Michael menjelaskan, dana yang dibutuhkan untuk memelihara orangutan cukup besar . Dana tersebut digunakan untuk beberapa hal seperti membeli pakan, perawatan kesehatan dan pelatihan untuk menjadi orangutan liar. Hanya saja, bantuan dari pemerintah dirasa masih sangat kurang.

”Jadi, cara termurah untuk menyelamatkan orangutan adalah melindungi habitat alaminya. Pemerintah Indonesia sudah seharusnya meninjau ulang izin-izin konsesi kelapa sawit yang terbukti mengancam keselamatan orangutan. Langkah nyatanya adalah dengan menghentikan dulu proses pembabatannya,” pungkasnya. (Richardo DT

Tidak ada komentar: