Rabu, 25 Mei 2011

Perjalanannya Dimulai Sebagai Pencuci Piring


SIHMAN, EXECUTIVE CHEF SANTIKA

MATA Sihman tak berkedip saat melihat beberapa stafnya dengan cekatan mengolah menu masakan. Sesekali dia memberikan perintah pada sang juru masak. Bahkan tak jarang pula, Executive Chef Hotel Santika Yogyakarta ini langsung meracik bumbu dapur untuk memasak menu andalannya.

Selesai memasak, pria kelahiran 10 Mei 1954 ini menghias sendiri piring tempat dia akan menyajikan masakan, diperhatikannya hingga detil. Setelah itu kembali dia mengawasi stafnya sambil terus membantu menyelesaikan pekerjaan yang belum rampung. ”Usahakan api kompornya tidak terlalu besar,” ujarnya mengingatkan salah seorang koki.



Itulah pekerjaan sehari-hari Sihman di hotel berbintang empat yang terletak di Jl Jenderal Sudirman No 19 tersebut. Dia bekerja sangat profesional dalam menahkodai para koki yang harus menjamin kelezatan, kebersihan dan kesehatan makanan agar saat dihidangkan tidak mengecewakan tamu hotel.

Namun, siapa sangka ternyata Sihman tidak pernah mengikuti sekolah atau pendidikan khusus yang berkaitan dengan juru masak. Ia hanya berbekal ijazah SMA. ”Saya pertama kali belajar masak saat masih SD, karena memang pada waktu itu hobi makan. Selanjutnya, saya banyak belajar dari beberapa teman,” katanya dalam sebuah pertemuan bersama KR di Hotel Santika.

Sihman merupakan segilintir orang yang membuktikan sukses tidak selalu berbanding lurus dengan banyaknya gelar di belakang nama. Menurutnya, kerja keras dan meniti karier panjang serta berliku lebih diperlukan dalam menggapai jabatan sebagai executive chef. Dengan banyaknya pengalaman, maka masakan yang dihasilkan lebih ‘matang’.

Untuk sampai pada jabatan seperti sekarang, Sihman bertahun-tahun mengalami jatuh bangun. Pria asli Yogyakarta ini pertama kali bekerja di hotel pada tahun 1975. Saat itu, Jakarta dipilihnya untuk mengadu nasib. Pekerjaan pertama Sihman adalah di bagian cuci piring. Meskipun pada awalnya ia sedikit keberatan, namun hal itu tidak lantas membuatnya menyerah. Dari tugasnya sebagai pencuci piring ia justru banyak memetik pengalaman hidup berharga.

”Apa yang manusia minta terkadang belum tentu terjawab sesuai keinginan. Mungkin manusia harus belajar terlebih dahulu, sebelum ia siap menerima kebahagiaan di masa depan,” tuturnya.

Perlahan namun pasti, karena keuletan yang ditunjukkannya, ternyata mampu membuat posisi Sihman di hotel tersebut merangkak naik. Salah satu yang menjadi nilai lebih Sihman di mata sang pemilik hotel, ia menguasai banyak bidang, terutama di bagian ‘belakang’. Hal ini tidak terlepas dari semangat belajar tinggi yang dimilikinya. Sihman bahkan tak malu untuk berguru pada bawahannya.

Kehidupan keras di Jakarta memang bukan bualan belaka. Jika tak mampu menghasilkan cukup uang, tentu saja akan kesulitan untuk bisa hidup di ibukota. Menyadari hal ini, tahun 1981-1991, Sihman bahkan kerja rangkap. Pada pagi hari ia bekerja di restoran, kemudian saat sore datang barulah ia ke hotel.

Menginjak pertengahan 1991, ayah dari lima orang anak ini memutuskan untuk pulang kampung ke Yogya dan langsung bergabung dengan Hotel Santika. Di sini, karier Sihman cepat melejit karena menu masakan yang ia tawarkan ternyata cocok dengan lidah berbagai kalangan dan lintas usia.


”Pengalaman yang tidak saya lupakan ketika mantan Wapres Jusuf Kalla datang ke Santika. Saat itu saya rekomendasikan untuk mencoba menu sop buntut goreng, dan ternyata beliau sangat suka. Menu itu juga biasa digemari Sri Sultan HB X serta para pejabat lainnya saat singgah ke Santika,” ungkap suami dari Nursyiah yang juga beberapa kali pernah tampil di acara kuliner televisi swasta.

Melihat potensi yang ada pada penggemar olahraga voli ini, manajemen grup hotel pun lantas mempercayakannya untuk memberi latihan ketika ada pembukaan cabang baru. Beberapa daerah yang pernah ia sambangi yakni Makassar, Bogor, Serpong, Bangka dan Surabaya. Dalam memberi training tersebut, ia bahkan kadang harus tinggal selama beberapa minggu untuk memastikan menu yang mereka sajikan tidak mengecewakan tamu hotel.. 

(Richardo DT)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Yupz. untuk mencaai sukses pasti butuh perjalanan panjang. semoga saja jika ada anyak tulisan ttg perjalnn hidup seseorang bikin orang lain terinspirasi