Selasa, 24 Mei 2011

RUDOLF G SMEND, 'Penyelamat' Batik dari Jerman


TAMPAKNYA terlalu berlebihan jika menyebut kain-kain batik bersejarah dari Indonesia, selama ini dikumpulkan atau mungkin 'diselamatkan' oleh Rudolf G Smend, pencinta dan kolektor batik berkebangsaan Jerman. Namun, faktanya buku-buku yang dikeluarkan oleh pria jangkung tersebut memang menjadi rujukan dari beberapa desainer dan pecinta batik Tanah Air.

Tak bisa dipungkiri, kita memang patut bangga telah menyumbangkan konsep batik sebagai terminologi dalam khazanah tekstil dunia yang kini penggunaannya membentang mulai dari Afrika hingga China. Hanya saja, cukup ironis juga bahwa buku mengenai batik yang memuat secara lengkap dari berbagai penjuru daerah, masih tergolong minim ditulis oleh orang Indonesia sendiri. Bahkan, Smend diakui sebagai salah seorang kolektor Batik Jawa terbesar se-Eropa. Ia tercatat telah menulis dua buku mengenai batik yakni From the Courts of Java and Sumatra (2000) dan Batik 75 Selected Masterpieces (2006).

"Batik itu merupakan lambang keindahan dan sangat elegan," ujarnya dalam sebuah perjumpaan di Galeri Batik Jawa, Hotel Mustokoweni. Ia diundang khusus oleh pemilik galeri, Ir Dra Larasati Suliantoro Sulaiman untuk bertemu dengan beberapa rekan sesama pecinta batik dan desainer.

Menurut Smend, perkembangan batik sebagai kostum dan karya seni di Indonesia memang demikian dinamis. Batik dikenakan tidak saja ketika wanita bekerja di sawah, namun juga hadir di rumah-rumah, dalam resepsi dan upacara adat, muncul di tingkat bawah maupun elite, bahkan di tingkat kenegaraan. Lebih dari itu, kita juga kerap menyaksikan batik digunakan sebagai dekorasi, barang seni, bahkan suvenir wisata wajib yang populer.

Dalam sebuah pameran Batik Klasik Jawa bertema 'Unusual Encounters: Javanese Batik in Krakow' di Polandia pada tahun 2008, Smend merupakan satu-satunya yang menampilkan batik dari Yogya. Pada saat itu, batik Jawa yang turut ia pamerkan sebagian besar merupakan karya seni batik klasik milik Istana Sultan Yogya.Pria yang pernah menjadi juri lomba batik internasional 'Batik Jogja dengan Sutra dan Zat Warna Alam' di tahun 1997 ini, memang cukup akrab dengan keluarga dari Keraton Yogya. Saat peluncuran buku perdananya tahun 2000, ia bahkan mengundang Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk datang ke galeri miliknya yang bernama 'Galerie Smend'.

Smend pertamakali mengunjungi Yogya pada tahun 1973. Saat datang ke Tamansari ia langsung terpikat ketika melihat seorang wanita yang mengenakan busana batik. Setelah dari situ, ia langsung mencari perajin batik karena penasaran ingin melihat proses pembuatannya, dan bertemu dengan seorang pria bernama Gianto. Selanjutnya pada tahun 1974, ia mengajak Gianto untuk ke Jerman dan mengajari beberapa karyawannya cara membatik.

Sesungguhnya di luar koleksi batik yang tersimpan di museum-museum ataupun perorangan asing, seperti koleksi Smend, sejumlah kain batik bernilai sejarah milik keluarga-keluarga terpandang atau pemilik dinasti batik masa silam, masih banyak yang belum sempat berpindah tangan, bahkan masih dirawat dengan baik oleh ahli warisnya.

Bila kain-kain tersebut mulai bisa diinventarisasi dan dipublikasikan, apalagi bila disiapkan oleh dan dari perspektif orang Indonesia sendiri, tentu akan lebih memperkaya seri penerbitan tekstil bersejarah Indonesia yang berguna dalam upaya mengungkapkan secara lebih mendasar aspek historis dan arti signifikan batik sebagai bukti eksistensi jati diri bangsa.

(Richardo DT // Oktober 2010)

Tidak ada komentar: